Sabtu, 29 Oktober 2011

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA


MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA


Disusun Oleh :

1.  Violinna Wynsa Natalia                (2501411079)
2.  Viona Tesalonika                           (2501411081)
3.  Noor Juni W                                   (3301410030)
4.  Ryan Rizki Fauzan                        (3301410031)


Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
KATA PENGANTAR



Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pancasila Sebagai Filsafat Bangsa Dengan Sistem Pendidikan di Indonesia. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila di Universitas Negeri Semarang.

Dalam penyusunan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki kami. Untuk itu
kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tidak lupa, kami menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang mendukung dalam pembuatan makalah ini, khususnya kepada:
1.    Ibu dosen bidang studi Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penyusun sehingga termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
2.    Orang tua yang telah turut mendoakan, membantu, membimbing, dan mengatasi berbagai kesulitan sehingga tugas ini selesai.
Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai, Amin.



Semarang,  Maret 2012

                               
                                                                   Tim Penyusun




i
DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR..............................................................................................i


DAFTAR ISI............................................................................................................ii


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang.................................................................................1
B.   Rumusan Masalah............................................................................2
C.   Tujuan dan Manfaat.........................................................................2

BAB II.
PEMBAHASAN
A. Filsafat..............................................................................................4
B. Filsafat Pendidikan...........................................................................5
C. Sistem Pendidikan............................................................................7
D. Hubungan Filsafat dengan Sistem Pendidikan.................................9
E. Hubungan Pancasila sebagai Filsafat Bangsa dengan Sistem Pendidikan Indonesia......................................................................12

BAB III.
PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................14
B. Saran...............................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................15








ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Suatu masyarakat atau bangsa menjadikan filsafat sebagai suatu pandangan hidup yaitu merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua aspek hidup dan kehidupan bangsa tersebut, tanpa terkecuali aspek pendidikan. Filsafat yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat tersebut.
Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan mewariskan sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu masyarakat. Untuk menjamin supaya pendidikan dan prosesnya efektif, maka dibutuhkan landasan-landasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normatif dan pedoman pelaksanaan pembinaan (Noor Syam; 1988).
Filsafat merupakan teori umum, sebagai landasan dari semua pemikiran umum mengenai pendidikan. Hubungan filsafat dan pendidikan menjadi sangat penting, sebab filsafat menjadi dasar, arah dan pedoman suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai media untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan nilai-nilai dan tujuan yang ingin dicapai. Filsafat menetapkan ide-ide dan idealisme sedangkan pendidikan merupakan usaha dalam merealisasikan ide-ide tersebut menjadi kenyataan, tindakan, tingkah laku dan membina kepribadian manusia (Noor Syam; 1988).



1
Bruner dan Burns dalam bukunya Problem in Education and Philosophy mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah merupakan tujuan filsafat, yaitu untuk membimbing  ke  arah  kebijaksanaan. Oleh  karena itu  dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan realisasi dari ide-ide filsafat, filsafat memberi asas kepastian bagi peranan pendidikan sebagai wadah pembinaan manusia yang telah melahirkan ilmu pendidikan, lembaga pendidikan dan aktivitas pendidikan.
Dari uraian tersebut di atas diperoleh hubungan fungsional antara filsafat dengan teori pendidikan . Filsafat dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori pendidikan dan memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata serta memberi petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan (Ali Saifullah; 1983).

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan pembatasan masalah yang penulis kemukakan diatas, maka penulis dapat merumuskan pokok permasalahan yang akan diuraikan dalam makalah ini sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hubungan filsafat dengan sistem pendidikan Indonesia?
2. Bagimanakah hubungan Pancasila sebagai filsafat bangsa dengan sistem pendidikan di Indonesia?       
                     
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENULISAN
1.    Tujuan Penulisan
Untuk mendapat gambaran yang jelas mengenai hubungan filsafat dengan sistem pendidikan. Agar dapat mengetahui dengan jelas hubungan Pancasila sebagai filsafat bangsa dengan sistem pendidikan.
2
2.    Manfaat Penulisan
Untuk memberi gambaran atau bahan kajian bagi pihak-pihak yang terkait dengan dunia pendidikan dan khususnya para pendidik mengenai arti penting filsafat dalam kaitannya dengan sistem pendidikan, karena filsafat merupakan pemberi arah dan pedoman dasar bagi usaha-usaha perbaikan dan menjadikan landasan yang kokoh bagi tegaknya sistem pendidikan.
























3
BAB II
PEMBAHASAN

A. FILSAFAT
Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philosophia yang berarti cinta pengetahuan, Philos berarti cinta dan Sophia berarti pengetahuan, hikmah dan kebijaksanaan (Ali; 1990). Filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi orang yang berfilsafat adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana. Imam Barnadib (1994) menjelaskan filsafat sebagai pandangan yang menyeluruh dan sistematis, dikatakan menyeluruh karena filsafat bukan sekedar hanya pengetahuan melainkan juga justru pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dikatakan sistematis karena filsafat menggunakan berpikir secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada.
Filsafat ialah berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma serta agama) dan dengan sedalam-dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan (Nasution; 1973). Berfikir secara filsafat merupakan cara berfikir radikal, sistematis, menyeluruh dan mendasar untuk sesuatu permasalahan yang mendalam. Berfikir secara spekulatif termasuk juga dalam rangkaian berfikir filsafat. Berfikir spekulatif adalah berfikir dengan cara merenung, memikirkan segala sesuatu sedalam-dalamnya, tanpa keharusan adanya kontak langsung dengan objek tersebut (Noor Syam; 1986).
Filsafat adalah suatu  lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas (komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikiran manusia. Walaupun kesimpulan-kesimpulan filsafat bersifat hakiki namun masih relatif dan subyektif. Kedua sifat tersebut tidak dapat dihindari karena adanya sifat alamiah pada subyek yang melakukan aktivitas filsafat tersebut, yaitu manusia.
4
Dengan demikian kebenaran filsafat adalah kebenaran yang relatif, artinya kebenaran itu sendiri selalu mengalami perubahan sesuai dengan perubahan zaman dan peradaban manusia. Penilaian suatu kebenaran masih sangat tergantung oleh ruang dan waktu. Apa yang dianggap benar oleh suatu masyarakat belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain, meskipun dalam kurun waktu yang sama (Noor Syam; 1986).
Dari uraian di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang amat luas (komprehensif) yang berusaha untuk memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia, dengan demikian diharapkan manusia dapat mengerti dan memiliki pandangan yang menyeluruh dan sistematis mengenai alam semesta. Filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai kehidupan manusia, jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh dan mendasar, sehingga dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut berbagai bidang kehidupan termasuk pendidikan.

B. FILSAFAT PENDIDIKAN
Berbagai pengertian tentang filsafat pendidikan telah dikemukan oleh para ahli, Al-Syaibany (1979) mengatakan bahwa filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran yang teratur yang menjadikan filsafat tersebut sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan dan memadukan proses pendidikan, artinya bahwa filsafat pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai yang diupayakan untuk mencapainya, maka filsafat, filsafat pendidikan dan pengalaman kemanusian merupakan faktor yang integral.




5
Menurut John Dewey, filsafat pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional) menuju ke arah tabiat manusia, maka filsafat juga diartikan   sebagai  teori  umum  pendidikan.  Brubachen  berpendapat  bahwa  filsafat pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda dan filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan. Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena memiliki kaitan dengan filsafat umum, meskipun  kaitan  tersebut  tidak penting, yang terjadi adalah suatu keterpaduan antara pandangan filosofi dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan secara umum (Arifin; 1993).
Filsafat dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan berbagai problematika kehidupan, termasuk problematika dibidang pendidikan. Oleh karena itu filsafat merupakan arah dan pedoman atau pijakan dasar bagi tercapainya pelaksanaan tujuan pendidikan. Jadi filsafat pendidikan adalah ilmu yang pada hakekatnya merupakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan yang merupakan penerapan analisa filosofi dalam lapangan pendidikan.
 Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan bukan merupakan insidental artinya filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan. Dengan melihat tugas dan fungsinya maka pendidikan harus dapat menyerap, mengolah dan menganalisa serta menjabarkan aspirasi dan idealitas masyarakat, sehinga pendidikan diharapkan dapat menggali dan memahami melalui pemikiran filosofis secara menyeluruh.
Dalam hubungan antara filsafat dan filsafat pendidikan, maka filsafat pendidikan memiliki batasan-batasan sebagai berikut:

6
1.    Filsafat pendidikan merupakan pelaksana pandangan filsafat dan kaidah filsafat dalam bidang pengalaman kemanusiaan yang disebut pendidikan, maka filsafat pendidikan berusaha untuk menjelaskan dan menerangkan supaya pengalaman manusia sesuai dengan kehidupan baru. Filsafat pendidikan mengandung   upaya  untuk   mencari  konsep-konsep   yang menempatkan manusia ditengah gejala-gejala yang bervariasi dalam proses pendidikan.
2.    Mempelajari filsafat pendidikan karena adanya kepercayaan bahwa kajian itu sangat penting dalam mengembangkan pandangan terhadap proses pendidikan   dalam   upaya  memperbaiki  keadaan  pendidikan.  Persoalan pendidikan yang berhubungan dengan bimbingan, penilaian, metode dan lain-lain, merupakan tanggungjawab filsafat pendidikan.
3.    Filsafat pendidikan memiliki prinsip-prinsip, kepercayaan, konsep (Arifin; 1993).


C. SISTEM PENDIDIKAN
Pendidikan merupakan usaha sadar yang sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai individu dan sebagai warga masyarakat. Pendidikan dipandang mempunyai peranan yang besar dalam mencapai keberhasilan dalam perkembangan anak. Dalam sejarah pendidikan dapat dijumpai berbagai pandangan atau teori mengenai perkembangan manusia dan hasil pendidikan, seperti:
1.    Empirisme, bahwa hasil pendidikan dan perkembangan itu bergantung pada pengalaman yang diperoleh anak didik selama hidupnya. Pengalaman itu diperolehnya di luar dirinya berdasarkan perangsang yang tersedia baginya, John Locke berpendapat bahwa anak yang dilahirkan di dunia ini bagaikan kertas kosong atau sebagai meja berlapis lilin (tabula rasa) yang belum ada tulisan diatasnya.
7
2.    Nativisme, teori yang dianut oleh Schopenhauer yang berpendapat bahwa bayi lahir dengan pembawan baik dan pembawan yang buruk. Dalam hubungannya dengan pendidikan, ia berpendapat bahwa hasil akhir pendidikan dan perkembangan itu ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperolehnya sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pendidikan tidak dapat menghasilkan tujuan yang diharapkan berhubungan dengan perkembangan anak didik. Dengan kata lain aliran nativisme merupakan aliran pesimisme dalam pendidikan, berhasil tidaknya perkembangan anak tergantung pada tinggi rendahnya dan jenis pembawaan yang dimilikinya.
3.    Naturalisme, dipelopori oleh J.J Rousseau, ia berpendapat bahwa semua anak yang baru lahir mempunyai pembawaan yang baik, tidak seorang anak pun lahir dengan pembawaan buruk. Aliran ini berpendapat bahwa pendidik hanya wajib membiarkan pertumbuhan anak didik saja dengan sendirinya, diserahkan saja selanjutnya kepada alam (negativisme). Pendidikan tidak diperlukan, yang dilaksanakan adalah menyerahkan anak didik ke alam, agar pembawaan yang baik tidak rusak oleh tangan manusia melalui proses pendidikan.
4.    Konvergensi, dipelopori oleh William Stern, yang berpendapat bahwa anak dilahirkan dengan pembawaan baik dan buruk. Hasil pendidikan itu bergantung dari pembawaan dan lingkungan. Pendidikan diartikan sebagai penolong yang diberikan kepada lingkugan anak didik untuk mengembangkan pembawaan yang baik dan mencegah berkembangnya pembawaan yang buruk.
Sedangkan pengertian sistem pendidikan adalah sistem yang dijadikan tolok ukur bagi tingkah laku manusia dalam masyarakat yang mengandung potensi yang mengendalikan, mengatur dan mengarahkan perkembangan masyarakat itu sendiri didalam lapangan pendidkan. Oleh karena itu lembaga pendidikan perlu memberikan jawaban-jawaban yang tepat sehingga kecenderungan dan sikap berfikir masyarakat tidak terombang-ambing tanpa arah yang jelas. Jadi sistem pendidikan diperlukan untuk menjawab semua persoalan yang ada khususnya dibidang pendidikan.
8
Pada hakekatnya sistem pendidikan dilihat dari segi idealitas sosio-kultural, pendidikan adalah merupakan alat pembudayaan umat manusia yang paling ditentukan dan diperlukan di antara keperluan hidupnya walaupun pendidikan timbul dan berkembang dari sumber kultural umat itu sendiri. Sistem pendidikan sebagai suatu alat merupakan aplikasi dari kebudayaan yang posisinya tidak netral melainkan selalu bergantung pada siapa dan bertujuan apa pendidikan itu dilaksanakan.
Pendidikan tidak cukup kalau hanya memiliki badan yang sehat dan kuat, memiliki kemampuan untuk bekerja secara efektif, efisien, pragmatis dan rasional tetapi harus mengembangkan pada segi logika, etika, estetika dan segi keagamaan, sehingga kita hidup dijiwai oleh nilai-nilai yang bersumber pada falsafah bangsa. Dalam sistem pendidikan kita harus memiliki jiwa yang bermental dewasa, yaitu untuk mampu mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidup pribadi juga kemampuan untuk menghadapi kenyataan hidup secara otonomi dan sukarela, kritis-objektif-kreatif, rendah hati dan terbuka serta dapat menerima kenyataan secara iklas dan penuh rasa tanggung jawab.

D.  HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN SISTEM PENDIDIKAN
Sebelum membahas hubungan filsafat dengan sistem pendidikan, kita jelaskan mengenai filsafat  pendidikan.  Filsafat  pendidikan  adalah  nilai-nilai  dan  keyakinan-keyakinan filsafat yang menjiwai, mendasari dan memberikan identitas suatu sistem pendidikan. Filsafat pendidikan adalah jiwa, roh, kepribadian sistem kependidikan nasional, karena sistem pendidikan nasional dijiwai dan didasari identitas Pancasila.
Filsafat menjadikan manusia berkembang, mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh secara sistematis, yang semacam ini telah dituangkan dalam sistem pendidikan, agar dapat terarah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pemikiran ini dituangkan di dalam kurikulum, sehingga sistem pengajarannya dapat terarah dan mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran.
9
Filsafat dengan upaya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari berbagai lapangan kehidupan dan jawabannya merupakan hasil dari pemikiran yang sistematis, menyeluruh dan mendasar dan ini juga digunakan dalam bidang pendidikan. Pendidikan harus dimulai dengan menyusun gagasan dan teori-teori sehingga akan memberikan peluang perubahan.
Di dalam mengembangkan mutu pendidikan ada bebarapa landasan yang harus diperhatikan:
1.    Landasan filsafat menjadi dasar dalam menyusun paradigma bagi pengembangan ilmu pendidikan, filsafat yang akan dijadikan dasar pengembangan tersebut haruslah filsafat pendidikan.
2.    Diperlukannya paradigama dalam penyusunan metodologi pengembangan ilmu pendidikan, yaitu kerangka pikiran yang dapat menentukan dalam menyusun metodologi pengembangan ilmu pendidikan.
3.    Diperlukannya modal penelitian untuk digunakan dalam penelitian pendidikan.
4.    Melakukan organisasi yang berskala nasional yang diharapkan merencanakan, memonitor dan merancang hasil-hasil penelitian untuk disusun secara sistematis dalam ilmu pendidikan.
Filsafat yang dijadikan basis dalam pengembangan ilmu pendidikan dapat bersifat universal (Tafsir; 1995). Filsafat pendidikan seperti yang sampaikan oleh Imam Barnadib (1986) disusun atas dua pendekatan. Pendekatan pertama bahwa filsafat pendidikan diartikan sebagai aliran yang didasarkan pada pandangan filosofi tokoh-tokoh tertentu. Pendekatan kedua, adalah filsafat pendidikan dilihat dari sudut pandang sistem pendidikan yaitu usaha untuk menemukan jawaban dari pendidikan beserta problem yang ada yang memerlukan tinjauan filosofis.


10
Bertitik tolak dari pendekatan pertama, dikenal tiga aliran filsafat dalam pendidikan yaitu naturalisme, yang menyatakan bahwa manusia memiliki potensi bawaan yang secara alami dapat berkembang dengan sendirinya, tanpa memerlukan bimbingan daroi orang lain (pendidikan). Pandangan yang sebaliknya muncul dari aliran empiris, bahwa manusia tumbuh dan berkembang atas bantuan atau adanya intervensi dari lingkungannya. Manusia dianggap sebagai manusia pasif tanpa potensi bawaan.
Aliran ketiga memiliki pandangan gabungan (konvergensi) antara naturalisme dan empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa manusia secara kodrati dianugrahi potensi, namun agar potensi tersebut dapat berkembang secara optimal perlu adanya pengaruh dari luar berupa tuntunan dan bimbingan melalui pendidikan. Filsafat pendidikan seperti pendapat dari Muhammad al-Toumy al-Syaibany adalah pemikiran filsafat yang diterapkan dalam bidang pendidikan . Filsafat pendidikan menjadi dasar bertumpu atau landasan dasar bagi penyusunan sustu sistem pendidikan (al-Syaibany; 1987).
Hubungan antara filsafat dengan sistem pendidikan adalah bahwa sistem pendidikan atau science of education bertugas merumuskan alat-alat, prasarana, pelaksanaan teknik-teknik dan pola-pola proses pendidikan dan pengajaran untuk mencapai tujuan pendidikan dan ini merupakan problematika kepemimpinan dan metode pendidikan, politik pendidikan sampai seni mendidik. Sedangkan filsafat sebagai suatu lapangan studi bertugas merumuskan secara normatif dasar-dasar dan tujuan pendidikan, hakekat pendidikan dan sifat hakekat manusia.






11
Filsafat pendidikan itu lahir dan menjadi bagian dari rumpun konsep ilmu pendidikan sebagai pengatahuan yang normatif, merumuskan disiplin ilmu yang merumuskan  kaidah-kaidah  norma atau nilai  yang  akan  dijadikan  ukuran  tingkah  laku manusia yang hidup ditengah-tengah masyarakat. Ilmu pendidikan sebagai ilmu pengetahuan praktis mempunyai tugas untuk menyalurkan nilai-nilai hidup serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai norma tingkah laku kepada subyek didik yang bersumber dari filsafat, kebudayaan dan agama yang berlaku dalam masyarakat atau bangsa. Filsafat  pendidikan  merupakan  tata  pola  pikir  terhadap permasalahan di bidang pendidikan dan pengajaran yang senantiasa mempunyai hubungan dengan cabang-cabang ilmu pendidikan yang lain yang diperlukan oleh pendidik, sehingga dapat dipahami bahwa betapa eratnya hubungan antara filsafat pendidikan dengan sistem pendidikan.


E.   HUBUNGAN PANCASILA SEBAGAI FILSAFAT BANGSA DENGAN SISTEM PENDIDIKAN INDONESIA
Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan mempunyai peranan yang amat penting untuk menjamin perkembangan dan kelangsungan kehidupan bangsa. Indonesia adalah negara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang di dalamnya diatur bahwa pendidikan diusahakan dan diselenggarakan oleh pemerintah sebagai satu sistem pengajaran nasional. Aristoteles mengatakan, bahwa tujuan pendidikan sama dengan tujuan didirikannya suatu negara (Rapar; 1988).
Demikian juga dengan Indonesia, pendidikan selain sebagai sarana transfer ilmu pengetahuan, sosial budaya juga merupakan sarana untuk mewariskan ideologi bangsa kepada generasi selanjutnya. Suatu bangsa menjadi kuat serta menguasai bangsa-bangsa lainnya dengan sistem pendidikannya yang kuat demikian juga sebaliknya sistem pendidikan yang lemah akan menjadikan suatu bangsa tidak berdaya (Tadjab; 1994). Pendidikan suatu bangsa akan secara otomatis mengikuti ideologi suatu bangsa yang dianutnya.
12
Filsafat adalah berfikir secara mendalam dan sungguh-sungguh untuk mencari kebenaran, filsafat pendidikan adalah pemikiran yang mendalam tentang pendidikan  berdasarkan filsafat, apabila kita hubungkan fungsi Pancasila dengan sistem pendidikan ditinjau dari filsafat pendidikan, bahwa Pancasila pandangan hidup bangsa yang menjiwai dalam kehidupan sehari-hari. Karenanya sistem pendidikan nasional Indonesia wajar apabila dijiwai, didasari dan mencerminkan identitas Pancasila. Cita dan karsa bangsa Indonesia diusahakan secara melembaga dalam sistem pendidikan. nasional yang bertumpu dan dijiwai oleh suatu keyakinan, pandangan hidup dan folosofi tertentu, inilah dasar pikiran mengapa filsafat pendidikan Pancasila merupakan tuntutan nasioanl dan sistem filsafat pendidikan Pancasila adalah sub sistem dari sistem negara Pancasila.
Dengan memperhatikan fungsi pendidikan dalam membangun potensi bangsa, khususnya dalam melestarikan kebudayaan dan kepribadian bangsa yang ada pada akhirnya menentukan eksistensi dan martabat bangsa, maka sistem pendidikan nasional dan filsafat pendidikan pancasila seyogyanya terbina secara optimal supaya terjamin tegaknya martabat dan kepribadian bangsa. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan aspek rohaniah atau spiritual sistem pendidikan nasional, tiada sistem pendidikan nasioanal tanpa filsafat pendidikan.











13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bangsa Indonesia mempunyai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Nilai dan norma yang terkandung di dalamnya merupakan keinginan dari bangsa Indonesia yang harus diamalkan. Pengamalan Pancasila secara subjektif akan memperkuat pengamalan Pancasila secara objektif. Pengamalan Pancasila ini harus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan di negara Indonesia agar Pancasila benar-benar berperan sebagaimana fungsi dan kedudukannya agar supaya tujuan serta cita-cita bangsa Indonesia dapat terwujud.

B. Saran
Dewasa ini pengamalan pengamalan Pancasila semakin memudar terlebih lagi di era globalisasi, sehingga mengancam mental dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal ini harus segera ditangani dengan cara meningkatkan penanman pengamalan Pancasila melalui pendidikan yang seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya kesadaran dari setiap warga negara akan pentingya pengamalan Pancasila dan mempertahankannya.








14
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Ms Bakry, Noor. 1994. Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Liberty.
Soerjono Soekanto. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.













15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar