Selasa, 10 Juli 2012

HUKUM ADAT WARIS


Nama Kelompok:
Arie Hendrawan         (3301410053 )
Rudi Setiawan SP        (3301410044 )
Noor Juni Widiyatmoko    (3301410030 )
Lukman Adining Saputra    (3301410078 )
Hafiz Ady Putra        (3301410006 )




JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2011

Pembagian Waris dalam Hukum Adat
Hukum waris adat adalah hukum waris yang memuat tentang harta warisan, siapa pewaris dan ahli waris, serta cara bagaimana harta warisan (hak dan kewajiban) itu dialihkan dari pewaris kepada ahli waris. Jadi, hukum waris adat adalah penerusan dan peralihan hak dan kewajiban yang obyeknya berwujud atau tidak berwujud dari pewaris ke ahli waris atau dari satu generasi kepada keturunannya.
Unsur terjadinya pewarisan:

Ada pewaris, yaitu orang yang mempunyai harta benda yang akan diwariskan atau diteruskan ahli waris atau keturunannya.
Ahli waris, yaitu orang yang akan menerima harta warisan dari pewaris atau meneruskan segala macam bentuk warisan yang ditinggalkan oleh pewaris.
Harta warisan, yaitu segala macam harta benda baik yang berwujud maupun tidak berwujud yang dimiliki oleh pewaris yang akan diwariskan kepada ahli waris.
Orang yang menjadi pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan yang akan diwarisi oleh ahli waris atau keturunannya. Jadi, pembagian waris atau pengoperan harta kekayaan dari si pewaris kepada ahli waris terjadi apabila si pewaris sudah meninggal dunia.
Di Indonesia terdapat tiga system kewarisan dalam hukum adat, yaitu:
Sistem kewarisan individual
Cirinya harta peninggalan dapat dibagi-bagikan diantara para ahli waris.
System kewarisan kolektif
Cirinya harta peninggalan itu diwarisi oleh sekumpulan ahli waris yang bersama-sama merupakan semacam badan hukum
System kewarisan mayorat
Cirinya harta peninggalan diwaris keseluruhannya atau sebagian besar oleh seorang anak saja.

Pembagian Waris dalam Hukum Perdata
Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai harta kekayaan, karena wafatnya seseorang, yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati kepada yang masih hidup.
Unsur terjadinya pewarisan:
Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia, meninggalkan harta kepada orang lain,
Ahli waris, yaitu orang yang menggantikan pewaris di dalam kedudukannya terhadap warisan, baik untuk seluruhnya maupun untuk sebagian,
Harta warisan, yaitu segala harta kekayaan dari orang yang meninggal dunia.
Syarat sebagai pewaris:
Pewarisan hanya akan terjadi karena kematian (830 BW). Jadi, orang yang menjadi pewaris adalah orang yang sudah meninggal dunia.
Syarat sebagai ahli waris:
Harus mempunyai hak atas warisan si pewaris,
Harus sudah ada pada saat pewaris meninggal dunia (836 BW),
Tidak termasuk orang yang dinyatakan tidak patut (838 BW), tidak cakap (912 BW),atau menolak warisan (1058 BW).
Didalam hukum adat terdapat 4 golongan yang termasuk dalam ahli waris, yaitu:
Golongan I :anak atau keturunannya dan janda atau duda,
Golongan II :orang tua (bapak dan ibu), saudara-saudara,
Golongan III :nenek dan kakek, atau leluhur lainnya didalam garis keatas,
Golongan IV :sanak keluarga didalam garis kesamping sampai tingkat ke-6.
Dalam hukum perdata, pembagian warisannya apabila disitu masih terdapat golongan I (anak keturunannya dan janda atau duda), maka harta warisannya di berikan kepda golongan I tersebut,dan tidak akan di berikan kepada golongan-golongan lain. Apabila yang masih ada golongan II, maka harta warisannya diberikan kepada golongan II, dan ketentuan tersebut juga berlaku apabila yang masih ada adalah golongan III atau golongan IV.
Apabila dalam pewarisan sudah tidak ada lagi ahli warisnya, maka seluruh harta kekayaannya dimasukkan kedalam kas Negara (833 ayat 3 BW).
Pembagian Waris dalam Hukum Islam
Unsur tejadinya pewarisan:
Pewaris, yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan kepada ahli waris atau keturunannya.
Ahli waris, yaitu orang yang akan mendapat harta kekayaan dari yang meninggal dunia atau pewaris baik sepenuhnya maupun sebagian.
Harta warisan, yaitu segala harta kekayaan yang dimiliki pewaris yang akan diwariskan kepada ahli waris atau keturunannya.
Didalam hukum Islam pembagian warisannya adalah 2 : 1,yakni anak laki-laki mendapat 2 bagian sedangkan anak perempuan mendapat 1 bagian. Apabila salah satu anaknya sudah meninggal dunia  dan ia meninggalkan seorang istri dan anak, ia tidak mendapatkan bagian warisan. Kalau toh mereka (menantu dan cucu) mendapat harta dari si pewaris, itu hanya merupakan pemberian atau hibah, bukan merupakan harta warisan.
    Apabila si pewaris tidak mempunyai anak, maka harta kekayaanya akan diwariskan kepada saudara-saudaranya. Dan apabila seorang yang sudah mempunyai harta kekayaan sendiri meninggal dunia,sedangkan ia belum mempunyai suami atau istri, maka harta kekayaanya akan diwariskan kepada orang tuanya.
Persamaan:
    Persamaan pembagian warisan dalam Hukum Adat, Hukum Perdata, dan Hukum Islam adalah:
unsur terjadinya pembagian warisan, yaitu:
Pewaris,yakni orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan yang akan di warisi oleh ahli waris atau keturunannya.
Ahli waris, yakni orang yang mewarisi harta kekayaan atau meneruskan hak dan kewajiban pewaris, baik sepenuhnya maupun sebagian.
Harta warisan, yakni harta kekayaan yang di tinggalkan si pewaris yang akan dibagi atau di warisi oleh ahli waris.
Pembagian warisan terjadi setelah si pewaris meninggal dunia. Harta yang dibagikan sebelum pewaris meninggal dunia bukan disebut harta warisan, melainkan pemberian atau hibah
Perbedaan:
Dalam hukum adat, harta warisan tidak boleh dipaksakan untuk dibagi antara para ahli waris, sedangkan dalam hukum perdata ada hak mutlak dari ahli waris masing-masing untuk sewaktu-waktu menuntut pembagian dari harta warisan.
Dalam hukum adat waris menetapkan dasar persamaan hak, hak sama ini mengandung hak untuk diperlakukan sama oleh orang tuanya, sedangkan dalam hukum perdata mengenal hak-hak tiap ahli waris atas bagian yang tertentu dari harta peninggalan, bagian warisan menurut ketentuan Undang-Undang (913-929 BW).
Dalm hukum adat dapat member harta warisan kepada anak angkat, hak nafkah dari harta peninggalan orang tua angkatnya, sedangkan dalam hukum islam tidak mengenal ketentuan ini.
Dalam hukum adat pembagiannya merupakan tindakan bersama, berjalan secara rukun dalam suasana ramah tamah dengan memperhatikan keadaan khusus tiap waris, sedangkan dalam hukum islam bagian-bagian ahli waris telah ditentukan.
Dalam hukum adat dikenal system penggantian waris, sedangkan dalam hukum islam tidak dikenal.
Hukum Waris dalam
Hukum Adat, Hukum Perdata, dan Hukum Islam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar