BAB XIII
PEMBELAJARAN
KONSTRUKTIVISME DAN KONTEKSTUAL
A.
Pembelajaran
Konstruktivisme
1.
Pengertian
Konstruktivisme
merupakan teori psikologi tentang pengetahuan yang menyatakan bahwa manusia
membangun dan memanai pengetahuan dari pengalamannya sendiri. Esensi pembelajaran
konstruktivistik adalah peserta didik secara individu menemukan dan mentransfer
informasi yang kompleks apabila menghendaki informasi itu menjadi miliknya.
Pembelajaran konstruktivistik memandang bahwa peserta didik secara
terus-menerus memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan aturan-aturan
lama dan merivisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi.
Pembentukan
teori konstruktivisme pada umunya dikaitkan dengan Jean Piaget, yang
mengartikulasikan mekanisme internalisasi pengetahuan pada peserta didik. Dia
menyatakan bahwa melalui proses akomodasi dan asimilasi, peserta didik
membangun pengetahuan dari pngalamannya. Salah satu tujuan penggunaan
pembelajaran konstruktivistik adalah peserta didik belajar cara-cara
mempelajari sesuatu dengan cara memberikan pelatihan untuk mengambil prakarsa
belajar.
Untuk
mendorong agar peserta didik terlibat aktif dalam kegiatan belajar, maka: (a)
lingkungan belajar harus menunjukkan suasana demikratis. (b) kegiatan
pembelajaran berlangsung interaktif terpusat pada peserta didik. (c) pendidik
memperlancar proses belajar sehingga mampu mendorong peserta didik melakukan
kegiatan belajar mandiri dan bertanggungjawab atas kegiatan belajarnya.
2.
Asumsi
Pembelajaran
a.
Hakekat Peserta Didik
Ø Peserta
didik adalah individu yang bersifat unik.
Ø Latar
belakang dan kebudayaan peserta didik.
Ø Tanggungjawab
belajar.
Ø Motivasi
belajar.
b. Peranan
Peserta Didik
Sesuai
denga pendekatan konstruktivisme, pendidik harus menyesuaikan diri dengan peran
sebagai fasilitator dan bukan sebagai pendidik. Tugas pendidik adalah
berceramah tentang pelajaran yang dijarkan, sedangkan tugas fasilitator adalah
membantu peserta didik memperoleh pemahaman tentang isi pelejaran. Apabila
pendidik itu sebagai pendidik, maka peserta didik memainkan peran pasif
sedangkan jika sebagai fasilitator, peserta didik memainkan peran aktif dalam
proses belajar.
c. Hakekat
Proses Belajar
Ø Belajar
merupakan proses sosial dan aktif.
Belajar
adalah bukan suatu proses yang hanya didalam jiwa seseorang, atau bukan perkembanagan
perilaku yang bersifat pasif yang dibentuk oleh kekuatan eksternal dan belajar
yang bermakna itu terjadi apabila individu terlibat dalam kegiatan sosial.
Ø Dinamika
interaksi antara tugas, pendidik, dan peserta didik.
Karakteristik
peran fasilitator dalam sudur pandang konstruktivisme sosial adalah bahwa
pendidik dan peserta didik terlibat secara sama dalam kegiatan belajar.
d. Kolaborasi
antar Peserta Didik
Ø Belajar
sambil mengajar
Apabila
peserta didik harus menyajikan dan berlatih isi pelajaran baru dengan teman sekelasnya, maka akan terbentuk
pembuatan pengetahuan yang bersifat kolektif, dan proses ini tidak bersifat
linier, sebagaimana yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Ø Pentingnya
konteks
Paradigma
konstruktivisme sosial memandang konteks yang menjadikan belajar sebagai pusat
belajar.
e.
Asesmen
Asesmen
dipandang sebagai proses dua jalan yang melibatkan interaksi antara pendidik
dan peserta didik, oleh karena itu asesmen dan belajar dipandang proses yang
berkaitan dan bukan sebagai proses yang terpiah.
f. Pemilihan,
cakupan, dan urutan materi pembelajaran
Ø Pengetahuan
dipandang sebagai keseluruhan yang terpadu.
Ø Keterlibatan
peserta didik.
Ø Struktur
proses belajar.
3.
Pendekatan
Pembelajaran
Pendekatan kontruktivisme menekankan pembelajaran
dari atas ke bawah ( top – down instruction ), dan bukan dari bawah ke atas (
bottom – up instruction 0. Pembelajaran dari atas ke bawah berarti peserta
didik mulai memecahkan masalah yang kompleks kemudian menemukan ( dengan
bantuan pendidik ) ketrampilan dasar yang diperlukan. Misalnya, peserta didik
diberi tugas menulis karangan bebas baru kemudian mereka belajar tentang kosa
kata, struktur kalimat, dan sejenisnya.pendekatan rekonstruktivisme dalam
pembelajaran menggunakan belajar kerja sama, alasannya, peserta didik akan
lebih mudah menemukan dan menguasai konsep yang sukar apabila mereka dapat
membahasnya dengan kelompok. Peserta didik secara rinci bekerja dalam pasangan
atau kelompok yang terdiri atas empat atau lima orang untuk memecahkan masalah
yang kompleks. Aktivitas belajar yang digunakan dalam pendekatan ini adalah
memecahkan masalah secara terbuka, diskaveri, dan eksperimen.
Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam teori
rekonstruksi disebut belajar generative ( generative learning ). Asumsinya
adalah bahwa semua kegiatan belajar adalah menemukan ( discovery ). Apabila
pendidik menyampaikan informasi kepada peserta didik, peserta didik harus
melakukan operasi mental agar informasi itu dapat mereka miliki. Strategi
belajar generatif mengajarkan peserta didik tentang cara – cara mengoperasikan
mental mereka ketika menghadapi informasi baru.
Inti pendekatan belajar penangkapan yaitu pengajaran
ekspositori, yaitu pembelajaran sistematik yang direncanakan oleh pendidik
mengenai informasi yang bermakna ( meaningful information ). Pembelajaran
ekspositoris terdiri dari tiga tahap penyajian yaitu :
Tahap pertama :
penyajian advance organizer
Advance organizer merupakan pernyataan umum yang
memperkenalkan bagian – bagian utama yang mebcakup dalam urutan pengajaran.
Ausubel ( 1960 ) menyatakan bahwa advance organixer merupakan strategi
pembelajaran kognitif yang digunakan untuk meningkatkan belajar dan penguasaan
informasi baru.
Tahap kedua :
penyajian materi atau tugas belajar
Dalam tahapa ini pendidik menyajikan meteri
pembelajaran baru dengan menggunakan metode ceramah, diskusi, film, atau
menyajikan tugas – tugas belajar kepada peserta didik. Ausubel menyarankan
suatu proses yang disebut dengan diferensiasi progresuf, dimana pembelajaran
berlangsung setahap demi setahap, dimulai dari konsep umum menuju kepada
informasi spesifik, contoh – contoh ilustratif, dan membandingkan antara konsep
lama dengan konsep baru.
Tahap ketiga :
memperkuat organisasi kognitif
Dalam tahap ketiga, Ausubel menyarankan bahwa
pendidik mencoba mengikatkan informasi baru ke dalam struktur yang telah
direncanakan didalam permulaan pelajaran, dengan cara mengingatkan peserta
didik bahwa rincian yang bersifat spesifik itu berkaitan dengan gambaran
informasi yang bersifat umum. Pendidik memberikan pertanyaan kepada peserta
didik dalam rangka menjajagi keluasaan pemahaman peserta didik tentang isi
pelajaran.
B.
Pembelajaran
Kontekstual
1.
Pengertian
Pembelajaran konstektual merupakan konsep belajar
mengajar yang membantu pendidik menghubungkan isi materi pembelajaran dengan
situasi dunia nyata, memotivasi peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan dan penerapannya dengan kehidupan nyata, seperti anggota keluarga,
warga negara, dan pekerja serta mempersyaratkan belajar dan bekerja keras.
Pembelajaran konstektual merupakan suatu proses
pendidikan yang holistik dan bertujuan memotivasi peserta didik untuk memahami
makna materi pembelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut
dengan konteks kehidupan sehari – hari ( konteks pribadi, sosial dan cultural )
sehingga peserta didik memiliki pengetahuan atau ketrampilan yang secara
fleksibel dapat diterapkan ( transfer belajar ) dari satu permasalahan atau
konteks ke permasalahan atau konteks lain.
Pembelajaran konstektual adalah konsep belajar yang
membantu pendidik mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan peenerapannya dalam kehiupan sehari – hari.
Dalam kelas kontekstual, tugas pendidik adalah membantu peserta didik mencapai
tujuannya.
Tujuan dari penerapan dan pendekatan pembelajaran
konstektual adalah untuk meningkatkan prestasi belajar peserta didik melalui
peningkatan pemahaman makna materi pelajaran yang dipelajari dengan konteks
kehidupan mereka sehari – hari sebagai individual, anggota keluarga, anggota
masyarakat dan anggota bangsa.
2. Landasan Pemikiran
Pendekatan kontekstual mendasarkan pada pemikiran tentang belajar sebagai
berikut :
a.
Proses belajar
Belajar tidak hanya proses menghafal, melainkan
harus mengalami sendiri pengetahuan baru, tidak begitu saja diberikan oleh
pendidik. Dan perlu adanya pemecahan masalah untuk menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya.
b.
Tranfer belajar
Transfer belajar bukan dari orang lain, melainkan
dari pengalaman, dan pengetahuan diperluas dari konteks yang terbatas sedikit
demi sedikit.
c.
Peserta didik
Peserta didik mempunyai kecenderungan untuk
belajar cepat mengenai hal baru, peran pendidik hanya menghubungkan dan
memfasilitasi agar informasi yang baru dapat bermakna.
d.
Lingkungan belajar
Belajar dimulai dari lingkungan belajar yang
berpusat pada peserta didik, dan menumbuhkan komunitas belajar merupakan hal
penting
3. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual memiliki karakteristik yang berbeda dengan yang
lain. Yaitu sebagai berikut :
a. Proses Pembelajaran
Mencakup berbagai disiplin ilmu pengetahuan
sehingga peserta didik memperoleh prespektif terhadap kehidupan nyata. Mereka memahami bagaimana pengetahuan dan
ketrampilan itu berhubungan dengan kehidupan sekarang atau masa yang akan
datang
b. Tujuan Pembelajaran
Tujuan pembelajaran berbasis pada :
·
Standar disiplin pengetahuan yang diterapkan.
·
Pengetahuan dan keterampilan yang ditetapkan dan
memiliki kompetensi tertentu.
·
Menggunakan ketrampilan berpikir tingkat tinggi,
berpikir kritis dan pembuatan Keputusan.
c. Pengalaman Belajar
Pengalaman belajar mampu mendorong peserta didik
membuat hubungan konteks internal dan eksternal. Pengalaman belajar ini akan menghasilkan pemahaman yang lebih
mendalam.
d. Integrasi Pendidikan Akademik Dan Karier
Akan membantu peserta didik memahami isi materi
pelajaran dan pemahaman tentang karier
atau bidang kajian teknis tertentu.
4. Komponen Pembelajaran Kontekstual
a. Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasanberfikir yang
digunakan dalam pembelajaran kontruktivisme. Esensinya adalah bahwa peserta
didik harus menemukan dan mentranformasikan sendiri suat informasi yang
nantinya menjadi miliknya sendiri.
Dalam pandangan kontruktivis, tugas pendidik
adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :
·
Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi peserta didik
·
Memberi peserta didik kesempatan menemukan dan
menerapkan idenya sendiri
·
Menyadarkan peserta didik agar menerapkan
strategi mereka sendiri dalam belajar
b. Inkuiri
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan
pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan ketrampilan yang diharapkan bukan hasil dari mengingat melainkan hasil
dari menemukan sendiri. Pendidik harus
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Siklus inkuiri yaitu :
Observasi, Bertanya, Mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan
c. Bertanya
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran
CTL. Bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pendidikan berbasis inkuiri, yaitu menggali
informasi, menginformasikan, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum
diketahui. Aktivitas bertanya juga diketemukan ketika peserta didik berdiskusi,
kerja kelompok dan lain sebagainya.
d. Masyarakat Belajar
Hasil belajar diperoleh dari kerja sama dengan
orang lain, sharing dengan teman, maupun kelompok. Masyarakat belajar terjadi apabila ada
komunikasi dua arah. Metode pembelajaran dengan metode ini akan membantu proses
pembelajaran di kelas.
e. Pemodelan
Dalam sebuah pembelajaran ada model yang bisa
ditiru, bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, melafalkan ejaan dan
sebagainya. Pendidik memberi contoh cara bekerja sesuatu, sebelum peserta didik
melakukan tugas tersebut. Secara sederhana, kegiatan itu disebut pemodelan.
Artinya ada model yang bisa ditiru dan diamati
oleh peserta didik.
f. Refleksi
Refleksi adalah cara berpikir ke belakang tentang
apa yang sudah kita lakukan di masa lalu. Refleksi merupakan respons terhadap
kejadian, aktivitas atau pengetahuan yang baru diterima. Pengetahuan yang
bermakna diperoleh dari proses. Yang
diperluas melalui konteks pembelajaran. Pada akhir pembelajaran, pendidik
menyisakan waktu sejenak agar peserta didik melakukan refleksi.
g. Penilaian Autentik
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data
yang bisa memberikan gambaran perkembangan peserta didik. Karena gambaran
tentang kemajuan belajar itu diperlukan sepanjang proses pembelajaran, maka
assessement belajar itu tidak dilakukan di akhir periode belajar, namun
dilakukan secara integral tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
Kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan dari hasil. Dengan demikian penilai
tidak hanya pendidik, tetapi bisa juga teman atau orang lain.
5.
Prinsip-prinsip
pembelajaran kontekstual
Pembelajaran kontekstual akan berhasil apabila
sasaran utamanya adalah mencari makna dengan menghubungkan pekerjaan akademik
dengan kehidupan keseharian peserta didik.
a.
Prinsip
kesaling-bergantungan
Prinsip kesaling-bergantungan
mengajak pendidik mengenali keterkaitan mereka dengan pendidik lain, peserta
didik, masyarakat, dan lingkungan alam. Menyadari adanya kesaling-bergantungan
ini dapat menimbulkan pemikiran kritis dan reaktif, dan pemikiran ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi hubungan yang dapat menghasilkan pemahaman
baru.
Prinsip kesaling-bargantungan juga
mendukung adanya kerjasama antara komunitas belajar. Dengan bekerjasama,
peserta didik akan terjadi proses saling berbagi informasi dan saling
mendengarkan, sehingga setiap individu peserta didik memperoleh berbagai macam
pandangan atau pendapat yang pada akhirnya dapat diperoleh kesimpulan yang
menjadikan pemahaman yang bermakna.
b.
Prinsip
diferensiasi
Kata diferen merujuk pada dorongan
terus-menerus dari alam semesta untuk menghasilkan keragaman yang tidak
terbatas, perbedan, berlimpahan, dan keunikan. Pendidik yang melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual, mereka
akan melihat pentingnya kelas itu tercipta suasana yang memicu kreativitas,
keunikan, keragaman, dan kerjasama
Hal ini membebaskan peserta didik
untuk menjelajahi bakat mereka, memunculkan cara belajarnya sendiri, dan
berkembang dengan langkah-langkahnya sendiri.
c.
Prinsip
pengaturan diri
Prinsip ini menyatakan bahwa setiap
entitas terpisah di alam semesta memiliki potensi bawaan yang sangat berbeda
antara satu entitas dengan entitas lainnya. Prinsip pengaturan diri meminta
pendidik untuk mendorong setiap peserta didik mengeluarkan seluruh potensinya.
Dalam kegiatan belajar seperti ini, peserta didik menerima tanggung jawab atas
keputusan dan perilakunya sendiri, menilai alternative, menentukan pilihan,
mengembangkan rencana, menganalisis informasi, menentukan alternative
penyelesaian, dan dengan kritis menilai hasilnya.
6.
Pendekatan
Pembelajran Kontekstual
Esensi pembelajaran kontekstual adalah membantu
peserta didik mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan konteks
kehidupan atau situasi dunia nayata mereka sehari-hari sebagai individu,
anggota keluarga, anggota masyarakat, anggota bangsa dan mendorong peserta
didik membuat hubungan anara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari.
Pembelajaran kontekstual menggunakan berbagai
pendekatan, yaitu pendekatan barbasis masalah, menggunakan konteks ganda,
pengelompokan peserta didik, dukungan belajar mengatur didri sendiri, membentuk
kelompok belajar saling bergantung, menggunakan asesmen autentik.
a.
Pembelajaran
berbasis masalah
Pembelajaran kontekstual dapat
dimulai dengan masalah nyata atau masalah yang disimulasikan. Masalah yang
paling berharga untuk dipelajari peserta didik adalah masalah yang mampu
memberikan makna penting, seperti keluarga, pengalaman di sekolah, tempat
kerja, dan masyarakat. Pendekatan ini meliputi perolehan informasi yang
berkaitan dengan masalah, mensistensis informasi, dan menyajikan temuan kepada
orang lain.
b.
Penggunaan
keragaman konteks
Teori kognisi yang sesuai dengan
situasi menyatakan bahwa pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari konteks fisik
dan sosial dimana pengetahuan itu berkembang. Oleh karena itu pengalaman
pembelajaran kontekstual dapat diperkaya apabila peserta didik belajar
keterampilan di barbagai lingkungan, seperti sekolah, tempat kerja, keluarga,
dan masyarakat.
c.
Pengelompokan
peserta didik
Esensi pengelompokan peserta didik
adalah agar mereka mampu berbagi pengalaman atau informasi. Kolaborasi tim
dalam kelompok dan kegiatan kelompok belajar juga akan belajar saling
menghormati keragaman, memiliki sudut pandang yang lebih luas, dan membangun
keterampilan hubungan interpersonal.
d.
Dukungan
belajar peserta didik mengatur diri sendiri
Dalam pembelajaran kontekstual
diharapkan dapat mendorong peserta didik menjadi pembelajar sepanjang hayat. Dalam hal ini mereka mampu mencari.
Menganalisis, dan menggunakan informasi dengan sedikit atau tanpa bimbingan
dari orang lain.
e.
Pembentukan
kelompok belajar saling bergantung
Peserta didik akan dipengaruhi dan
akan memberikan kontribusi terhadap pengetahuan dan kepercayaan orang lain.
Apabila komunitas belajar itu dibangun di sekolah, peran guru hendaknya sebagai
fasilitator ataupun sebagai pembibmbing belajar.
f.
Menggunakan
asesmen autentik
Asesmen autentik menunjukkan bahwa
belajar terjadi, terpadu dengan proses belajar mengajar, dan memberikan
kesempatan dan arah perbaikan kepada peserta didik. Asesmen autentik hendaknya
digunakan untuk memanatau kemajuan peserta didik dan memberikan informasi
tentang kegiatan pembelajaran.
RESUME
BAB
XIII : PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME DAN KONTEKSTUAL
Oleh
:
1. Ayu
Rofiah 3301410013
2. Noor
Juni W 3301410030
3. Rudi
Setiawan SP 3301410044
4. Afifi
Ambarwati 3301410085
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar